parboaboa

PPN Naik 12 Persen Berpeluang Ciptakan Masyarakat Miskin Baru

Fika | Ekonomi | 15-03-2024

Ilustrasi munculnya masyarakat miskin baru karena kebijakan kenaikan PPN 12%. (FOTO: PARBOABOA/Fika)

PARBOABOA, Medan – Pada 1 Januari 2025 mendatang, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) resmi dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen. Kenaikan PPN menjadi 12 persen ini dinilai akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan harga jual semua produk tak terkecuali.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) atau Omnibus Law Perpajakan dimana sudah ditetapkan bahwa PPN akan naik dari 11 persen di tahun 2022 menjadi 12 persen di tahun 2025.

Pengamat Politik Sumatera Utara, Gunawan Benjamin kepada PARBOABOA, Jumat (15/03/2024) menyayangkan kebijakan ini. Pasalnya, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan sangat berdampak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.

Menurutnya, walaupun kenaikan PPN tidak menyasar pada kenaikan harga komoditas pangan seperti beras, gula, daging ayam serta komoditas lainnya namun potensi kenaikan harga produk pangan tetap ada.

Pasalnya, naiknya PPN berkaitan erat dengan rantai pasok yang akhirnya tetap bisa memicu kenaikan biaya produksi maupun distribusi. Akhirnya, akan tetap bermuara pada kenaikan harga di level konsumen.

Gunawan Benjamin mencontohkan misalnya harga daging ayam yang tidak diperjualbelikan di pasar tidak dikenakan PPN. Akan tetapi, di rantai pasok pada saat transaksi yang berkaitan dengan pembentukan harga pakan tetap memungkinkan ada komoditas yang dikenakan PPN.

Kenaikan di rantai pasok ini akan memicu kenaikan harga daging ayam di pasaran. Dimana konsumen juga akan merasakan naiknya harga daging ayam dan produk pangan lainnya.

“Saya khawatir masyarakat kelas menengah berpeluang untuk menjadi kelas ekonomi bawah atau masyarakat miskin baru,” ujarnya.

Gunawan mengaku khawatir apabila kenaikan PPN yang berlaku nantinya justru tidak dibarengi dengan peningkatan daya beli masyarakat di tahun depan. Dimana saat ini saja banyak masyarakat yang mengandalkan subsidi dari pemerintah.

Kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok seperti beras di tahun 2023 yang mencapai diatas 15 persen, masih lebih tinggi dibandingkan kenaikan UMR di Sumatera Utara di tahun ini yang hanya sebesar 3,67 persen.

Gunawan Benjamin memaparkan, untuk menguji bagaimana daya beli masyarakat dengan situasi ekonomi saat ini, seharusnya mempertimbangkan kondisi ekonomi jika tanpa mengandalkan belanja Pemilu serta Bansos baik tunai maupun pangan.

Di saat itu, kita akan melihat bagaimana kemampuan masyarakat sebenarnya dalam menghadapi kebijakan kenaikan PPN 12 persen ini.

Gunawan juga menyadari bahwa urgensi kenaikan PPN menjadi 12 persen sangat erat kaitannya dengan target pendapatan pemerintah dari pajak serta rencana pengelolaan fiskal pemerintah di tahun depan. Mengingat kenaikan PPN menjadi 12 persen itu baru akan dieksekusi pada Januari 2025 mendatang.

Sementara dari sisi pendapatan pemerintah, tentunya akan mengalami kenaikan. Akan ada ruang fiskal yang diperuntukkan untuk belanja pemerintah di tahun 2025 mendatang. Dimana belanja pemerintah itu akan mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi di tahun depan. Akan tetapi, kenaikan PPN yang terjadi justru dihantui dengan perlambatan ekonomi.

Gunawan menyarankan agar pemerintah lebih kreatif lagi dalam menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru untuk memperbaiki daya beli masyarakat. Meskipun di tengah situasi ekonomi global yang juga memburuk, upaya tersebut dapat menjadi sebuah keniscayaan.

Artinya, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini berpeluang lebih besar memberikan tekanan ekonomi daripada menjadi motor penggerak ekonomi di tahun 2025 mendatang.

Dilansir dari laman Suryani Suyanto and Associates, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menjelaskan simulasi yang dilakukannya dari dampak kenaikan PPN adalah upah nominal akan turun bahkan inflasi juga akan mengalami penurunan walau sedikit.

Hal ini akan terjadi pada awal kenaikan PPN menjadi 12 persen. Namun, di masa selanjutnya akan terjadi sebaliknya. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa dampak kenaikan PPN terhadap indikator makro secara umum berdampak negatif.

Dari catatannya, kenaikan PPN menjadi 12 persen diprediksi akan menurunkan upah nominal menjadi 5,86 persen. Selain itu indeks harga konsumen juga akan turun di prediksi di angka 0,84 persen.

Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi akan minus 0,11 persen. Sementara di sisi masyarakat, konsumsi akan turun diprediksi berada di angka 3,32 persen. Ekspor dan impor juga akan mengalami penurunan sekitar 0,14 persen dan minus 7,02 persen.

Sementara, untuk pendapatan masyarakat dari kelompok rural 1 (miskin) hingga rural 5 (paling kaya), akan terjadi penurunan mencapai lebih dari 5 persen.

Tauhid Ahmad masih berharap skema multitarif dimana akan ada pengelompokkan barang yang kena PPN lebih kecil dan lebih besar yang dikeluarkan pemerintah dapat meminimalisir dampak ke depan dibandingkan simulasi yang dilakukannya.

Akan tetapi, ia masih meragukan nya, mengingat kondisi saat ini dengan menaikkan PPN menjadi 12 persen diperkirakan justru akan membuat perekonomian semakin buruk dan belum tentu akan meningkatkan pendapatan negara.

Editor : Fika

Tag : #pertumbuhanekonomi    #ppnnaik12persen    #masyarakatmiskin    

BACA JUGA

BERITA TERBARU