parboaboa

Pansel KPK, Bagaimana Komposisi Keanggotaan Supaya Independen?

Gregorius Agung | Hukum | 14-05-2024

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. (Foto: Instagram/@official.kpk)

PARBOABOA, Jakarta - Sesuai ketentuan Undang-Undang (UU), masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini akan segera berakhir.

Dalam rangka itu, Presiden Jokowi akan segera membentuk panitia seleksi atau pansel untuk memilih pimpinan lembaga anti rasuah periode berikutnya.

Terkait komposisi keanggotaan pansel, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menyebut pansel akan terdiri dari Sembilan (9) orang.

K-9 orang ini kata dia, terdiri dari 4 orang unsur masyarakat dan 5 orang dari pemerintah yang ditetapkan melalui keputusan presiden (Keppres).

Pertanyaan yang mencuat adalah apakah komposisi keanggotaan ini sudah cukup ideal dan bisa menjamin terpilihnya pimpinan KPK secara independen?

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, harusnya komposisi dari pemerintah tidak boleh lebih banyak dari unsur masyarakat.

Hal ini untuk menunjukkan bahwa KPK itu independen. Menurut dia, komposisi pansel minimal 5 berbanding 4, yaitu 5 dari unsur masyarakat dan 4 orang dari pemerintah.

"Kalau saya 6 berbanding 3 karena kalau pemerintah lebih banyak 5 itu, maka mencederai amanat UU KPK di mana KPK itu Lembaga yang independen," kata Boyamin kepada Parboaboa, Selasa (14/5/2024).

Namun begitu, ia juga mewanti-wanti agar masyarakat yang dilibatkan tidak boleh mereka yang pro pemerintah atau mereka yang merupakan titipan.

Tetapi melihat kecenderungan saat ini, Boyamin menegaskan, "pemerintah pengen mendominasi dan pengen memasang orang-orangnya di KPK nanti."

Boyamin mengingatkan, semangat awal pembentukan KPK adalah ingin membersihkan korupsi, di mana saat itu lembaga penegak hukum yang ada terkooptasi oleh pemerintah sehingga tidak independen.

"Jadi selain mencederai UU yang ada juga mencederai sejarah kalau pemerintah mengisi dengan lebih banyak unsur yang pansel," kata Boyamin.

Tak hanya itu, Boyamin meminta agar DPR juga menyoroti hal ini. Ia sendiri berjanji akan mengambil Langkah hukum jika dominasi pemerintah tetap dipaksakan dalam keanggotaan pansel KPK.

"Keputusan pemerintah untuk pansel yang unsur pemerintahnya lebih banyak itu akan saya gugat ke PTUN," pungkas Boyamin sambil menegaskan praktek semacam itu melanggar UU KPK.

Jangan diintervensi

Jauh lebih penting lagi tegas Boyamin pemilihan anggota pansel tidak boleh diintervensi oleh siapapun.

Karena dalam catatan dia, pada seleksi pansel sebelumnya ada banyak nama-nama titipan. Bahkan titipan-titipan tersebut dibawa juga ke DPR sebagai salah satu pihak yang menyeleksi.

"Saya minta ini tidak ada lagi titipan-titipan lagi," tegas Boyamin.

Ia berharap yang dipilih nantinya betul-betul orang yang punya kapasitas jadi pansel dan diberi kewenangan penuh untuk memilih calon.

Terkait komposisi kuota perempuan dan laki-laki, menurut Boyamin itu tidak terlalu penting. Yang paling mendesak kata dia adalah pimpinan KPK harus benar-benar berintegritas dan independen.

Toh baik laki-laki maupun perempuan, mereka sama-sama punya potensi melanggar aturan di KPK. 

Boyamin mencontohkan eks pimpinan KPK, Lili Pintauli yang mengundurkan diri karena melanggar etik terkait dugaan penerimaan gratifikasi akomodasi hotel dan tiket MotoGP mandalika 2022 lalu.

Begitupun dengan Firli Bahuri yang melanggar kode etik karena bertemu pihak yang sedang berperkara di KPK, Nurul Ghufron dan juga Alexander Marwata yang sedang dilaporkan karena melanggar kode etik.

Sebelumnya desakan agar pansel KPK benar-benar independen disampaikan juga oleh pimpinan KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo.

Agus sendiri mengakui, ketika dirinya masih menjabat Ketua KPK, ia mendapatkan banyak keluhan mengenai sejumlah penyidik yang berafiliasi dengan orang luar.

Afiliasi tersebut terangnya telah menimbulkan konflik kepentingan. lantas ia berharap tidak ada lagi pimpinan KPK yang terafiliasi dengan lembaga lainnya, seperti kejaksaan maupun kepolisian.

"Independen dan kompeten, itu yang kita harapkan," terang Agus.

Sementara mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan mengatakan pembentukan pansel KPK kali ini akan menjadi ujian terakhir bagi Presiden Jokowi untuk mengukur sejauh mana keberpihakannya terhadap masalah korupsi. 

Menurut dia, pansel KPK pada tahun 2019 lalu punya track buruk karena memilih pimpinan yang merusak citra Lembaga antirasuah.

Novel menyampaikan, jika pemerintah ada kemauan untuk memperbaiki KPK, ada banyak tokoh yang punya komitmen dan integritas. 

Lantas dia berharap penuh, tokoh seperti ini yang akan membantu pemerintah dengan menjadi panitia seleksi.

Editor : Gregorius Agung

Tag : #pansel kpk    #maki    #hukum    #kpk    #korupsi   

BACA JUGA

BERITA TERBARU